Sinopsis
The Amazing Spider-Man bercerita mengenai Peter Parker (Andrew Garfield), seorang anak SMA biasa yang ditinggal orangtuanya saat masih kecil sehingga ia dirawat oleh pamannya, Ben (Martin Sheen), dan bibinya, May (Sally Field). Seperti remaja kebanyakan, Peter berusaha mencari tahu siapa ia sebenarnya dan bagaimana ia bisa menjadi seperti sekarang ini. Peter juga mencari cara untuk dapat bersama cinta pertamanya, Gwen Stacy (Emma Stone) dan bersama, mereka berjuang dengan cinta, komitmen dan rahasia-rahasia yang ada. Saat Peter menemukan tas misterius kepunyaan ayahnya, ia memulai sebbuah penyelidikan untuk dapat memahami hilangnya orang tua Peter - yang menuntunnya langsung ke Oscorp dan sebuah laboratorium yang dimiliki oleh Dr. Curt Connors (Rhys Ifans), ex-partner sang ayah. Ketika Spider-Man dihadapkan dengan alter-ego Dr. Connors, The Lizard, Peter harus menggunakan kekuatannya dan memulai jalan hidupnya sebagai seorang pahlawan.Review
The Amazing Spider-Man, kali ini digarap oleh sutradara Marc Webb (500 Days of Summer), memulai dari titik yang sama seperti rangkaian film Spider-Man (2002, 2004 dan 2007) di bawah arahan Sam Raimi. Peter Parker tadinya seorang anak sekolah biasa, kutu buku dan kikuk menurut Raimi; berotak encer dan suka skateboarding menurut Webb, dan ya, masih sedikit kikuk. Jika Parker versi Tobey Maguire tampak lebih sering murung, Parker menurut Andrew Garfield lebih terlihat cerdik dan tangkas.Cerita bermula dari orang tua Peter Parker yang mendadak pergi dan menitipkan Peter kecil bersama Paman Ben (Martin Sheen) dan Bibi May (Sally Field), hingga Peter beranjak remaja. Selama ini hanya tahu ayahnya seorang ilmuwan, suatu hari Parker menemukan dokumen misterius sang ayah hingga ia memutuskan bertemu dengan Dr. Curt Connors, mantan rekan kerja ayahnya, sosok penting di laboratorium Oscorp yang mahacanggih.
Kita tahu, di situ Parker terkena gigitan laba-laba yang kemudian mengubahnya menjadi manusia superkuat, supercepat dan……superlengket. Parker, yang sedang tertarik pada kawan sekolahnya, Gwen Stacy (Emma Stone), memasuki dua dunia baru pada saat yang bersamaan: jatuh cinta dan menjadi superhero pembela kebajikan. Ia kelabakan saat ayah Stacy adalah kapten polisi yang gemas membasmi Spider-Man, karena menganggapnya mengganggu masyarakat. Masalah tambah gawat saat Dr. Connors kelewat nafsu ‘memperbaiki’ diri dan umat manusia. Ia mengutak-atik cairan ajaib, berubah wujud menjadi The Lizard, manusia kadal seukuran gedung 30 lantai, dan menebar bahaya.
Film superhero semacam Spider-Man atau The Avengers, yang baru saja lalu, sudah adatnya penuh dengan efek spesial. Itu juga halnya dengan The Amazing Spider-Man, seperti bergelantungan di bibir jembatan dan menarik anak keluar dari mobil yang dilalap api, atau yang tetap saja mempesona: Spider-Man berloncatan sambil memuncratkan jaring dari gedung tinggi ke gedung tinggi lain dengan latar belakang bintang-bintang yang menghampar.
Di luar Garfield yang bermain bagus dan hubungan Parker dan Stacy yang hangat, The Amazing Spider-Man terasa tak terlalu berbeda dengan film Spider-Man yang lain. Cerita kebaikan lawan kejahatan yang mudah ditebak mestinya bisa diberi bobot lebih dalam hal emosi atau ketegangan. Tak tampak gagasan Webb untuk membuat film ini jadi sesuatu yang baru, misalnya jika dibandingkan dengan Christopher Nolan dan Batman Begins yang lebih gelap, dibanding film-film tentang Batman sebelumnya. Di ujung film, ada sedikit petunjuk bahwa The Amazing Spider-Man belum benar-benar selesai, pertanda akan ada film berikutnya. Mungkin kita bisa berharap lebih pada itu.